Pada Selasa, 15 Oktober 2024, Dr. Nur Hakim, S.H., M.H., CLA praktisi dari HS Counsellors at Law, hadir dalam Focus Group Discussion (FGD) yang diselenggarakan oleh Komisi Yudisial Republik Indonesia. Acara yang berlangsung di Auditorium lantai 4 Komisi Yudisial (KY) Jakarta ini, bertujuan untuk membahas “Penyusunan Rancangan Cetak Biru (Blue Print) Pengembangan Integritas Hakim Tahun 2025-2045.”
FGD ini melibatkan berbagai pemangku kepentingan, termasuk akademisi, praktisi hukum, dan lembaga terkait lainnya diantaranya Kementrian Keuangan dan Bapenas. Bersama-sama, mereka merumuskan strategi pengembangan integritas hakim dengan fokus pada meningkatkan profesionalisme dalam sistem peradilan Indonesia selama dua dekade ke depan.
Dalam diskusi tersebut, Dr. Hakim memberikan kontribusi signifikan dengan menekankan pentingnya integritas sebagai landasan utama dalam sistem peradilan. Ia mengusulkan bahwa penguatan integritas hakim tidak hanya memerlukan pengawasan yang ketat, tetapi juga harus diimbangi dengan jumlah Sumber Daya Manusia (SDM) yang ditempatkan di kantor-kantor penghubung KY. Dalam kesempatan itu juga Dr. Hakim mengusulkan jumlah kantor penghubung yang semula baru 20 ditambah sebanyak kantor pengadilan negeri dan pengadilan tinggi yang ada di seluruh Indonesia dan jika terkendala dengan anggaran dalam waktu dekat KY dapat bekerja sama dengan Perguruan Tinggi Negeri dan Perguruan Tinggi Swasta di seluruh Indonesia agar fungsi KY dapat dijalankan secara maksimal.
Dr. Hakim juga menyoroti perlunya perhatian khusus pada pemeriksaan pidana pajak yang berada di Pengadilan Umum sebagaimana yang telah berjalan selama ini, mengingat pidana pajak adalah tindak pidana khusus yang penanganannya juga harus khusus. Seperti yang kita ketahui bersama pengadilan umum adalah pengadilan tingkat pertama yang memeriksa perkara perdata dan pidana secara umum yang saat ini sudah sangat overload perkaranya, maka perlu dipertimbangkan adanya pengadilan khusus untuk pidana pajak ini.
Lebih lanjut Dr. Hakim mengusulkan agar memaksimalkan pegadilan pajak yang semula memeriksa administrasi di bidang perpajakan dan bea cukai, untuk menambah kekhususan di pemeriksaan pidana pajak, yang secara tahapan permasalahan pidana pajak akan dikenakan setelah sanksi-sanksi administrasi tidak dapat dijalankan oleh wajib pajak, karena pidana pajak menganut asas Ultimum remedium sehingga sangat relevan bila pemeriksaan pidana pajak itu dilakukan di pengadilan pajak juga. Lebih lanjut, Dr. Hakim mencatat bahwa berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi bernomor 26/PUU-XXI/2023, pengadilan pajak kini berada di bawah naungan Mahkamah Agung sejak tahun 2023. Hal ini memberikan landasan yang kuat untuk reformasi dalam menangani perkara pidana pajak.
Melalui kontribusinya di FGD ini, Dr. Hakim berupaya mengajak semua pihak untuk bersama-sama membangun sistem peradilan yang lebih baik, transparan, dan berintegritas. Harapannya, cetak biru yang dihasilkan dapat menjadi panduan praktis dalam meningkatkan integritas hakim di masa mendatang.